Langsung ke konten utama

Membuat Konten Televisi vs Media Sosial, Apa Perbedaannya?


Atamerica, yakni Pusat Kedutaan Besar Amerika di Jakarta berhasil menyelengagrakan webinar pada Rabu (17/2). Acara ini mengangkat tema Mobile Journalism: The Power of Storytelling through the Eyes of Smartphones.


Salah satu pembicara dalam acara tersebut adalah Andi Muhyiddin. Ia merupakan head of video Kumparan yang berbagi informasi seputar mobile journalism (mojo).


"Social video dalam mojo harus dimengerti, jika ini berbeda antara membuat konten untuk televisi dan media sosial.", kata Andi saat menyampaikan presentasinya dalam bahasa Inggris pada Rabu (17/2) lalu.


Weibnar atamerica bertajuk Mobile Journalism: The Power of Storytelling through the Eyes of Smartphones. (Foto: youtube.com/atamerica).


Baginya, membuat konten di televisi dengan media sosial memiliki perbedaan signifikan. Ia pun menyebutkan, jika ada empat hal yang membedakan konten televisi dan media sosial.


Pertama, social video dapat menarik perhatian penonton di lima detik pertama. Hal yang harus diperhatikan adalah, bahwa penonton tidak ingin membuang-buang uang mereka. Andi mengingatkan, jika penonton menonton video tersebut dengan kuota yang dibeli dari uang mereka. Jadi, hook dalam social video harus menarik di awal.


Kedua, durasi di social video bisa hanya beberapa detik. Bahkan, jarang sekali video yang durasinya lebih dari lima menit. Menurut Andi, meskipun visualisasinya dibuat sebagus mungkin, itu akan membuat penonton stuck.


Ketiga, video yang dibuat bisa dalam bentuk landscape atau potrait. Ini tergantung pada platform apa yang akan digunakan untuk mengunggah video nantinya.


Keempat, buatlah caption yang 'dramatic'. Menurut Andi, penggunaan caption ini memiliki beberapa alasan penting, seperti social media engagement, accessibility, environment, foreign language speaker.


Bagaimana konten itu dibuat adalah langkah yang harus diperhatikan dalam mojo. Selain itu, di platform mana konten itu akan dipublikasikan juga menjadi hal yang harus dipertimbangkan sebelum membuat konten. 


Nantinya, poin-poin dalam pemilihan kedua hal tadi dapat menjadi pembeda antara konten televisi dan media sosial. Semua kembali lagi pada orang yang akan memproduksi konten tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Maudy Ayunda - Bayangkan Rasakan

Hadirmu, hanya sekilas di hidupku Namun, meninggalkan luka tak terhapus oleh waktu Tertawa, hanya 'tuk tenangkan jiwa Namun, yang ku rasa hampa semua hilang tak tersisa Reff: Bayangkan, rasakan, bila semua berbalik kepadamu          Bayangkan, rasakan, bila kelak kau yang jadi diriku Terdiam, di tengah heningnya malam Mencoba 'tuk memaafkan dan lupakan kesedihan Maaf, sangat sulit kau ucapkan Slalu ada pembenaran atas hal yang kau lakukan Reff: Bayangkan, rasakan, bila semua berbalik kepadamu          Bayangkan, rasakan, bila kelak kau yang jadi diriku

5 Elemen Investigasi dalam Film Spotlight

Laporan investigasi bukan hanya soal panjang atau pendek isinya. Bukan juga tentang sudah melakukan penelusuran, maka itu bisa dijadikan sebagai laporan investigasi. Laporan investigasi bukan hanya tentang itu. Dandhy Dwi Laksono dalam bukunya yang berjudul Jurnalisme Investigasi (2010) menuliskan, jika terdapat lima elemen yang harus dipenuhi dalam laporan investigasi. Selain lima elemen tadi, laporan investigasi juga harus memuat esensi, yakni memberikan perlindungan lebih maksimal serta komprehensif terhadap kepentingan publik, di mana hal ini juga menjadi esensi dari suatu produk jurnalistik. Kelima elemen laporan investigasi tadi bisa terlihat juga dalam film Spotlight . Tim Spotlight yang terdiri dari Michael Rezendes, “Robby” Robinson, Sacha Pfeiffer, dan Matt Carroll tak hanya melakukan penelusuran, seperti mewawancarai korban atau mengikuti setiap petunjuk yang ada. Sebab menuju penghujung cerita, karakter Marty Baron, mengatakan jika Tim Spotlight dan Ben Bradlee Jr. sudah m...