Langsung ke konten utama

Cerpen by Ines Sela Melia


Triangle Love
AKU KEMBALI
By: Ines Sela Melia




 
 Nirvana mengetuk-ngetuk bolpoin di tepi bibirnya, menggerutu kesulitan saat mengerjakan tugas dari Pak Bima tadi pagi. Nadja hanya bisa terdiam saat melihat tingkah sahabatnya. Dengan gemas akhirnya Nirvana mencoret-coret buku yang ada di hadapannya, lalu melempar bolpoin tersebut ke atas buku.  
Sudah hampir dua jam mereka tidak bisa memecahkan masalah mereka. Yang baru tertulis hanya soal, selebihnya masih barisan kosong tanpa goresan tinta bolpoin sedikit pun.
“Duh… susah banget sih! Bisa nggak seminggu aja Pak Bima kasih soal yang gampang?! Kalau gini terus, nanti ujian gimana?!”
“Nirvana, sumpah ini susah banget. Aku nggak ngerti. Aku udah coba cara yang ada di buku catatan, buku rumus, tetap aja aku nggak bisa dapetin jawaban. Tumben banget ya soalnya susah banget, banget, kayak gini.”
“Nadja, kamu kan pintar. Mau kamu cari di buku catatan atau di buku rumus punya kamu itu, tetap aja nggak akan buat jawabannya tiba-tiba ada, kan rumusnya sama aja.”
“Iya sih. Tapi, biasanya kan aku bisa ngerjainnya.”
Nirvana menghela napas, ia menarik selembar tisu yang ada di hadapannya, menuliskan dua kata diatasnya, lalu menyodorkan tisu tersebut ke hadapan Nadja.
Triangle love? Maksudnya?” tanya Nadja yang tak mengerti.
“Aku takut ini terjadi.”
Nadja mengiyakan. Ia mengerti apa yang di maksud sahabatnya itu.
“Aku takut ini terjadi diantara kita berdua.” jelas Nirvana.
“Kita, kamu dan aku? Gila aja, nggak mungkin lah.”
“Apanya yang nggak mungkin? Aku mimpi tentang triangle love semalam. Kamu dan aku ada di dalam cinta segitiga. Aku mencintai seseorang, tapi justru orang itu mencintai kamu, bukan aku.”
Hening. Suasana tiba-tiba senyap tanpa ada yang berargumen. Nadja pun mengerenyitkan sebelah alisnya, masih memperhatikan sahabatnya.
“Tapi, kamu nggak suka sama Vano, kan?” Nirvana melanjutkan.
Nadja terbelalak, lalu tertawa geli saat mendengar kalimat terakhir dari Nirvana.
“Aku, suka sama Vano? It’s impossible to me.
“Yakin?”
“Ya iyalah. Buat apa selama ini aku bantu kamu untuk mendapatkan Vano, kalau aku sendiri juga suka sama dia. Ya, walaupun aku memang suka sama dia. Eittss… tapi, suka sama penampilan dia yang selalu rapih. Suka yang di maksud kamu itu kan, suka berarti cinta.”
That’s right! Bagus deh kalau gitu. Artinya mimpi aku semalam nggak jadi kenyataan, an aku nggak punya saingan untuk mendapatkan Vano.”
“Semoga aja. Eh, tapi kamu jangan ge-er dulu, belum tentu kali. Di luar sana pasti ada gadis yang menaruh hati sama Vano.”
“Tapi, aku maunya gitu.”
“Hati itu nggak boleh di paksa. Dia punya tempatnya sendiri.” kata Nadja sambil tersenyum manis kepada sahabatnya.


Sudah hampir dua tahun Nirvana menjadi pengagum leader tim basket di sekolah-nya—Vano. Meski sudah berulang kali Nadja mewakili Nirvana mengungkapkan isi hati sahabatnya itu kepada sang pemuda idaman, tapi tidak pernah ada jawaban dari Vano. Vano selalu menjawab dengan seribu alasan konyolnya.
Vano menarik bangku di sebelah Nadja, di ruang perpustakaan, lalu berbisik kepada gadis itu.
“Memangnya kenapa Nirvana bisa suka sama aku?”
Nadja membelokkan pandangannya, dan menjatuhkan tatapannya di kedua mata pemuda itu. Iya menggeleng tanpa berargumen.
“Coba kamu tanya sama Nirvana kenapa, dia bisa suka sama aku.”
Nadja mengiyakan, lalu pergi meninggalkan ruang perpustakaan, mencari Nirvana di ruang siaran radio sekolah.
“Nirvana!”
“Apa?”
“Tadi Vano tanya sama aku kenapa, kamu suka sama dia.”
“Yang benar?”
“Iya. Terus jawaban kamu apa?”
“Hmm… karena dia itu perfect di mataku.”
“Cuma itu?”
“Ya.”
Nadja kembali ke ruang perpustakaan untuk menemui Vano. Ia segera menyuruh Vano untuk menemuinya di taman sekolah saat istirahat kedua nanti untuk membicarakan soal alasan Nirvana.
Nadja meniti tangga menuju ke taman sekolah. Sesampainya ia di sana ia melihat Vano yang sedang duduk sembari mendengarkan music lewat headset miliknya. Nadja langsung duduk di samping Vano, dan mulai bicara serius, walaupun ini membuatnya sedikit membosankan.
Vano sedikit terkejut saat melihat Nadja yang sedang duduk di sampingnya.“Jadi, kenapa sahabat kamu itu bisa suka sama aku?”
“Nirvana bilang, karena kamu itu perfect di mata dia.”
Hening. Vano menghela napas, lalu mencoba menyentuh jemari tangan gadis itu. “Tapi, justru kamu yang perfect di mataku.”
“Hah?!” Nadja terbelalak kaget. “Aku nggak salah dengar? Kamu lagi bercanda, kan? Ngapain lagi pegang-pegang tangan aku?!”
“Aku nggak lagi bercanda, aku serius, dan kamu nggak salah dengar. Selama ini justru aku yang menjadi pengagum rahasia kamu. Aku menyayangi kamu lebih dari sekedar teman biasa.”
“Kamu gila ya?!” Nadja langsung meninggalkan Vano disana. Ia bingung apa yang harus ia katakana jika Nirvana bertanya kepadanya soal jawaban dari Vano.
Nadja bisa bernapas lega sekarang. Pasalnya, hari ini ia tidak pulang bersama dengan Nirvana, karena Nirvana sedang mengikuti kelas fotografi.



Malamnya, setelah makan malam ia bertanya kepada Kakaknya untuk mendapatkan solusi yang tepat untuk keluar dari masalah ini.
“Kak.”
“Apa?"
"Kak."
"Apa, adikku yang cantik?” tanya Adrian.
“Jadi, tadi ada cowok yang nyatain perasaannya sama aku. Tapi cowok itu adalah cowok yang justru dicintai sama Nirvana.”
“Maksudnya, Nirvana jadi secret admire-nya, dan justru malah kamu yang..”
“Iya.” sambung Nadja.
“Wah, dilema tuh. Nama cowoknya siapa?”
“Vano. Dia leader tim basket di sekolah. Terus aku harus gimana dong?” tanya Nadja kepada abangnya.
“Pantas saja. Biasanya leader tim basket itu banyak di sukai sama gadis-gadis belia, ya kayak kamu ini.”
“Kakak, apaan sih? Aku serius tahu.”
Adrian menggelengkan kepalanya, menghela napas, dan mencoba memikirkan solusi yang terbaik untuk adiknya.
“Kamu tuh ada di posisi yang sangat, sangat, sangat sulit. Di satu sisi kamu harus mempertahankan hubungan kamu dengan Nirvana yang udah lama banget terjalin, di satu sisi lain justru kok orang yang di kagumi, di idam-idam kan, dan di cintai selama ini oleh sahabat kamu sendiri itu malah nyatain perasaannya sama kamu. Sekarang sih semuanya tergantung ke kamunya aja, dan kamu harus mantapin hati kamu. Pilih persahabatan kamu tetap berjalan atau kamu menerima cinta cowok itu. Sebenarnya sih gampang, kalau kamu memang nggak mencintai cowok itu, ya tinggal di tolak aja, toh itu kan juga cowok yang di cintai sama sahabat kamu sendiri. Tapi, masalah yang paling besar adalah ketika kamu juga suka sama cowok itu. Mungkin cara yang bisa Kakak kasih ke kamu sih, lebih baik kamu coba jujur aja ke Nirvana, kalau Vano justru mencintai kamu dan sudah menyatakan perasaannya kepada kamu. Emang gila sih kalau kita ngomong seperti itu. Tapi, di satu sisi, daripada kamu menerima cowok itu di belakang Nirvana, itu akan jauh lebih sakit kalau ketahuan suatu hari nanti. Nadja, memang kadang hidup itu susah, susah untuk di jalani, ataupun mencari jalan keluarnya. Kita mau jujur tapi, nyakitin perasaan orang. Kita nggak jujur malah nusuk dari belakang. Ya, itulah resiko yang harus kita hadapi.”
Nadja pergi meninggalkan Kakaknya tanpa berkata-kata lagi, menuju kamar pribadinya. Pernyataan Vano tadi siang pun terus menerus mengganggu pikirannya. Nadja mengambil telepon genggam di hadapannya mencoba untuk mengatakan yang sejujurnya kepada sahabatnya itu, namun ia tidak bisa. Ia selalu mengakhiri panggilan via telepon saat terdengar nada sambung.


Keesokkan harinya Nadja menyuruh Nirvana untuk menemui dirinya di rumahnya. Nirvana pun menyanggupi.
“Hei, Nad. Kamu mau bicara apa?”
“Hmm…” Nadja sangat gugup untuk mengatakannya. “Jadi, kemarin itu kan Vano tanya soal kenapa, kamu suka sama dia. Terus waktu aku sampaikan ke dia…”
“Terus tanggapan dia apa?” sambung Nirvana dengan girang.
Nadja masih ragu untuk mengatakannya. Melihat sahabatnya yang sangat ingin mengetahui tanggapan dari Vano.
“Sebenarnya…”
“Apa? Aku udah nggak sabar nih.”
“Jadi, kemarin Vano nyatain perasaannya sama aku.”
Senyum yang sebelumnya tersungging di wajah Nirvana pun surut. Raut wajahnya seketika berubah.
“Kok bisa?!”
“Aku juga nggak ngerti. Tapi…”
“Kamu jahat Nadja! Aku ini sahabat kamu. Kita bersahabat sudah lebih dari sepuluh tahun, kok kamu malah nusuk aku dari belakang?!”
“Aku nggak ada maksud, Nir. Semua kejadian ini di luar dugaan aku. Aku minta maaf.”
“Maaf? Nadja, kalau kamu juga cinta sama Vano bilang dari awal, nggak seperti ini caranya. Aku kecewa sama kamu! Kamu penghianat, Nad!”
“Nirvana, aku minta maaf. Aku nggak bermaksud membuat kamu kecewa sama aku.”
Nirvana langsung meninggalkan Nadja seorang diri di halaman belakang rumah Nadja. Ia masih tak habis pikir dengan apa yang di lakukan Nadja kepada dirinya. Nadja mencoba mengejar gadis itu dan meminta maaf, namun hasilnya, nihil.



Sudah berbulan-bulan Nadja dan Nirvana tidak saling tegur sapa. Mereka terlihat menjadi lebih canggung. Begitupula dengan Vano. Ia sudah bosan menunggu jawaban dari Nadja yang tak kunjung juga memberikan kepastian akan cintanya. Jarak antara Vano dan Nadja pun menjadi jauh, begitupula jarak antara Nadja dan sahabatnya, Nirvana.
Malam ini Nadja mengemas barang-barang miliknya. Ia memutuskan untuk ikut dengan Mamanya yang akan membuka butik baru di Milan. Ia juga akan melanjutkan sisa semestenya di sana, bahkan ia juga sudah mendaftar di perguruan tinggi terbaik di Milan. Nadja amat berat untuk meninggalkan tanah air, karena banyak sekali hari-hari terindah yang ia lalui bersama sahabatnya, dan orang-orang di sekitarnya.
Keesokkan harinya, Nadja bersama Mamanya berangkat menuju Milan. Sebenarnya Nadja ingin sekali mengucapkan salam perpisahan kepada sahabatnya itu, namun apa boleh buat kini, hubungan ia dan sahabatnya sedang tidak baik.



Di sekolah Nirvana tidak melihat Nadja. Di kelas pun Nadja Nampak tak hadir. Ia terus menatapi bangku kosong di sudut kelas, tempat duduk Nadja setelah hubungan yang kurang baik itu terjadi. Nirvana juga tidak melihat gadis itu berseliweran di lingkungan sekolah.
Saat ia sedang berada di kantin sekolah, ia mendengar pembicaraan rombongan tim cheers. Perlahan ia mencoba bergabung dengan Nicole dan kawan-kawan.
“Hei. Boleh ikut gabung nggak?”
Of course. Duduk, duduk.” Jawab Nicole sembari menarik bangku di sebelahnya.
“Kalian lagi ngomongin apa sih?” tanya Nirvana penasaran.
“Memangnya lo belum tahu, kalau Nadja, sahabat lo itu pindah ke Milan. Dia ikut Mamanya yang buka butik baru di sana, dan yang gue dengar-dengar juga, dia udah daftar di perguruan tinggi terbaik di sana. So, dia bisa ngelanjutin sisa semester dengan tenang.” Sahut Maritza yang tergabung di sana.
Hati Nirvana bergejolak saat mendengarnya. Sedikit ada perasaan menyesal mengganggu hatinya kini.
Setelah pulang sekolah, Nirvana langsung menyempatkan diri untuk menuju ke rumah Nadja memastikan bahwa gadis itu masih ada di sana.
“Nirvana?” tanya Kak Adrian.
“Nadja dimana?”
Kak Adrian menceritakan semuanya kepada Nirvana. Gadis itu menyesali semuanya. Ia sadar jika apa yang di lakukan oleh Nadja itu demi kebaikan hubungan persahabatan mereka berdua.
Lima tahun telah berlalu. Nadja memutuskan untuk kembali ke Indonesia, untuk bekerja di sana. Ia juga memutuskan untuk hidup mandiri, dan tidak bergantung kepada Kakaknya yang kini sudah berkeluarga. Sebelum kembali ke apartemen, Nadja memutuskan untuk menginap semalam di rumah Kakaknya untuk melepas rindu. Sesampainya di sana, Nadja di sambut oleh Kakak kandungnya dan Kakak iparnya. Tapi, ada satu orang perempuan di sana yang membuat Nadja penasaran.
“Kamu siapa?”
Perempuan itu berbalik badan, ia melihat sosok Nirvana. Ia dan perempuan itu berada dalam satu pandangan. Keduanya tak tahu harus berkata apa.
“Nadja?”
Mereka berdua langsung saling berpelukan, tanpa harus mengingat kembali masalah yang pernah terjadi di antara mereka.
Malam itu juga Nadja dan Nirvana memutuskan untuk makan malam bersama. Mereka nampak bahagia. Awalnya tidak ada pembicaraan sama sekali, namun akhirnya Nirvana pun memulai pembicaraan.
“Nad. Aku minta maaf banget ya sama kamu.”
“Nirvana, harusnya aku yang minta maaf sama kamu. Aku yang sudah membuat hubungan persahabatan kita jadi berantakan. Ternyata selama ini aku justru membohongi diriku sendiri. Saat aku pergi ke Milan, barulah aku sadar jika aku juga mencintai Vano. Aku memang bodoh, dan aku memang salah karena sudah pergi begitu saja.”
“Nad. Aku yang salah. Aku sadar kalau sebenarnya, apa yang kamu lakukan itu adalah yang terbaik untuk hubungan persahabatan kita berdua.”
Hening. Akhirnya Nadja tersenyum untuk menggambarkan ekspresinya saat itu. Nadja merasakan ada sesuatu yang hilang. Ia merasa lega dan langsung merasakan nyaman yang luar biasa. Tak lama kemudian, Nirvana menutup mata Nadja dengan sebuah sapu tangan. Ia ingin memberikan sesuatu yang akan terjadi sekali dalam hidup sahabatnya.
“Saat hitungan ketiga, aku baru akan membuka penutup matanya, okay?
Okay.
Saat hitungan ketiga Nirvana membuka penutup matanya. Perlahan Nadja membuka matanya. Di lihatnya seorang pemuda sedang menutupi wajahnya dengan karangan mawar merah segar. Saat pemuda itu menurunkan perlahan karangan bunga tersebut, ternyata pemuda itu adalah Vano. Ia jauh lebih tampan dan lebih keren dari pada waktu ia SMA. Nadja menatap Nirvana dengan wajah bersalah. Nirvana tersenyum, lalu Vano berjongkok di hadapannya dan menginginkan Nadja menjadi kekasihnya, dan ia juga menginginkan gadis itu memberikan jawabannya saat itu juga.
“Terimalah, aku sudah mengikhlanskannya untukmu.” Bisik Nirvana.
“Lalu, bagaimana denganmu?”
“Kamu tenang aja. Masalahnya kan udah berakhir.”
Nadja tersenyum kepada Vano. Ia menganggukan kepalanya tanda ia menerima cinta pemuda itu. Vano merunduk untuk menatap kedua mata gadis itu, lalu mengecup keningnya, dan memeluknya. Tak lama kemudian, datang seorang pemuda berwajah oriental. Nirvana pun langsung menggandeng sebelah tangan pemuda itu.
“Nirvana, dia siapa?” tanya Nadja.
“Dia kekasihku.”
Seriously?
“Iya. Aku udah berhasil move on dari Vano. Sekarang aku tinggal nunggu dia aja untuk melamarku.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membuat Konten Televisi vs Media Sosial, Apa Perbedaannya?

Atamerica, yakni Pusat Kedutaan Besar Amerika di Jakarta berhasil menyelengagrakan webinar pada Rabu (17/2). Acara ini mengangkat tema Mobile Journalism: The Power of Storytelling through the Eyes of Smartphones . Salah satu pembicara dalam acara tersebut adalah Andi Muhyiddin. Ia merupakan head of video Kumparan yang berbagi informasi seputar mobile journalism (mojo). " Social video  dalam mojo harus dimengerti, jika ini berbeda antara membuat konten untuk televisi dan media sosial.", kata Andi saat menyampaikan presentasinya dalam bahasa Inggris pada Rabu (17/2) lalu. Weibnar atamerica bertajuk  Mobile Journalism: The Power of Storytelling through the Eyes of Smartphones. (Foto: youtube.com/atamerica). Baginya, membuat konten di televisi dengan media sosial memiliki perbedaan signifikan. Ia pun menyebutkan, jika ada empat hal yang membedakan konten televisi dan media sosial. Pertama, social video  dapat menarik perhatian penonton di lima detik pertama. Hal yang harus dipe

Raisa (Lyrics of Album "Heart To Heart")

(Album kedua Raisa - Heart To Heart) Raisa - Katakan Ada rasa yang terus mengganggu hatiku Sulit untuk meyakini ucapanmu Apa ku harus tetap bertahan Katakan, katakan Kau tak menyimpan rasa kepadanya Buktikan, buktikan, paksa ku percaya Cukup bagiku, kau tak perlu jelaskan lagi Aku telah mendengar semua alasanmu Dia hanya teman, kau bilang dia bukan siapa-siapa Katakan, katakan Kau tak menyimpan rasa kepadanya Buktikan, buktikan, paksa ku percaya oooh Katakan, katakan Kau tak menyimpan rasa kepadanya Buktikan, buktikan, paksa ku percaya (mengapa ku harus percaya Buktikan agar ku percaya Mengapa ku harus percaya Paksa ku percaya) Katakan, katakan Kau tak menyimpan rasa kepadanya Buktikan, buktikan, paksa ku percaya Katakan, katakan Kau tak menyimpan rasa kepadanya Buktikan, buktikan, paksa ku percaya

My Hidden Collection: "Never" by Maudy Ayunda

Maudy Ayunda – Never I’ve been alone before When my heart was broken in two But not like this I’ve felt disappointed I’ve cried for someone else before But never like this ‘Cause you did what I never could And you broke what I never would Now I’m all alone waiting, if someday you’ll come back around to me I’ve known love that ruins Though I’ve fallen head over heels before, It’s never like this You turned and walked away, love You turned and walked away from all of us When all I ever wanted was for you to know That this isn’t easy Cause you did what I never could And you left when I never would Now I’m all alone waiting If someday you’ll come back around And you said what I never could And you broke what I never would So I’ll wash the tears off my face as you look away (Why’d you have to go) Why’d you have to go  Leaving me feeling so low Nah, setelah aku share lyrics dan video nya, aku juga akan  share  foto-foto yang berhasil aku  screen . Cusss..!!